BAB II : Kerajaan Tarumanegara - Bagian 3

Sejarah tertua yang berkaitan dengan pengendalian banjir dan sistem pengairan adalah pada masa Kerajaan Tarumanegara. Untuk mengendalikan banjir dan usaha pertanian yang diduga di wilayah Jakarta saat ini, maka Raja Purnawarman menggali Sungai Candrabaga. Setelah selesai melakukan penggalian sungai maka raja mempersembahkan 1.000 ekor lembu kepada brahmana. Berkat sungai itulah penduduk Tarumanegara menjadi makmur. Siapakah Raja Purnawarman itu? 

Purnawarman adalah raja terkenal dari Tarumanegara. Perlu kamu pahami bahwa setelah Kerajaan Kutai berkembang di Kalimantan Timur, di Jawa bagian barat muncul Kerajaan Tarumanegara. Kerajaan ini terletak tidak jauh dari pantai utara Jawa bagian barat. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan letak pusat Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berada di antara Sungai Citarum dan Cisadane. Kalau mengingat namanya Tarumanegara, dan kata taruma mungkin berkaitan dengan kata tarum yang artinya nila. Kata tarum dipakai sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat, yakni Sungai Citarum. Mungkin juga letak Tarumanegara dekat dengan aliran Sungai Citarum. Kemudian berdasarkan Prasasti Tugu, Purbacaraka memperkirakan pusatnya ada di daerah Bekasi. 

Sumber sejarah Tarumanegara yang utama adalah beberapa prasasti yang telah ditemukan. Berkaitan dengan perkembangan Kerajaan Tarumanegara, telah ditemukan tujuh buah prasasti. Prasasti-prasasti itu berhuruf pallawa dan berbahasa sanskerta. Prasasti itu adalah: 

1. Prasasti Tugu 
Inskripsi yang dikeluarkan oleh Purnawarman ini ditemukan di Kampung batutumbuh, Desa Tugu, dekat Tanjungpriuk, Jakarta. Dituliskan dalam lima baris tulisan beraksara pallawa dan bahasa sanskerta. Inskripsi tersebut isinya sebagai berikut: 


“Dulu (kali yang bernama) Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan mempunyai lengan kencang dan kuat, (yakni Raja Purnawarman), untuk mengalirkannya ke laut, setelah (kali ini) sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnawarman yang berkilauan-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja, (maka sekarang) beliau memerintahkan pula menggali kali yang permai dan berair jernih, Gomati namanya, seteleh kali itu mengalir di tengah-tengah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pandeta Nenekda (Sang Purnawarman). Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tanggal delapan paroh gelap bulan Phalguna dan selesai pada tanggal 13 paroh terang bulan Caitra, jadi hanya dalam 21 hari saja, sedang galian itu panjangnya 6.122 busur (± 11 km). Selamatan baginya dilakukan oleh brahmana disertai persembahan 1.000 ekor sapi”. 

2. Prasasti Ciaruteun
Prasasti ini ditemukan di Kampung Muara, Desa Ciaruteun Hilir, Cibungbulang, Bogor. Prasasti terdiri atas dua bagian, yaitu Inskripsi A yang dipahatkan dalam empat baris tulisan berakasara pallawa dan bahasa sanskerta, dan Inskripsi B yang terdiri dari satu baris tulisan yang belum dapat dibaca dengan jelas. Inskripsi ini disertai pula gambar sepasang telapak kaki. Inskripsi A isinya sebagai berikut:

“ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”. 

Beberapa sarjana telah berusaha membaca inskripsi B, namun hasilnya belum memuaskan. Inskrispi B ini dibaca oleh J.L.A. Brandes sebagai Cri Tji aroe? Eun waca (Cri Ciaru?eun wasa), sedangkan H. Kern membacanya Purnavarmma-padam yang berarti “telapak kaki Purnawarman”. 

3. Prasasti Kebon Kopi
Prasasti ini ditemukan di Kampung Muara, Desa Ciaruetun Hilir, Cibungbulang, Bogor. Prasastinya dipahatkan dalam satu baris yang diapit oleh dua buah pahatan telapak kaki gajah. Isinya sebagai berikut: 

“Di sini tampak sepasang telapak kaki…… yang seperti (telapak kaki) Airawata, gajah penguasa Taruma (yang) agung dalam…… dan (?) kejayaan”. 

4. Prasasti Muara Cianten 
Terletak di muara Kali Cianten, Kampung Muara, Desa Ciaruteun Hilir, Cibungbulan, Bogor. Inskripsi ini belum dapat dibaca. Inskripsi ini dipahatkan dalam bentuk “aksara” yang menyerupai sulur-sulsuran, dan oleh para ahli disebut aksara ikal. 

5. Prasasti Jambu (Pasir Koleangkak) 
Terletak di sebuah bukit (pasir) Koleangkak, Desa Parakan Muncang, Nanggung, Bogor. Inskripsinya dituliskan dalam dua baris tulisan dengan aksara pallawa dan bahasa sansekerta. Isinya sebagai berikut: 

“Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya, adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termashur Sri Purnawarman, yang sekali waktu (memerintah) di Tarumanegara dan yang baju zirahnya yang terkenal tiada dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang telapak kakinya, yang senantiasa berhasil menggempur musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging musuhmusuhnya”. 

6. Prasasti Cidanghiang (Lebak) 
Terletak di tepi kali Cidanghiang, Desa Lebak, Munjul, Banten Selatan. Dituliskan dalam dua baris tulisan beraksara pallawa dan bahasa sanskerta. Isinya sebagai berikut: 

“Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguhnya dari Raja Dunia, Yang Mulia Purnwarman, yang menjadi panji sekalian raja-raja:. 

7. Prasasti Pasir Awi 
Inskripsi ini terdapt di sebuah bukit bernama Pasir Awi, di kawasan perbukitan Desa Sukamakmur, Jonggol, Bogor, Inskripsi prasasti ini tidak dapat dibaca karena inskripsi ini lebih berupa gambar (piktograf) dari pada tulisan. Di bagian atas inskripsi terdapat sepasang telapak kaki. 

Pemerintahan dan Kehidupan Masyarakat
Kerajaan Tarumanegara mulai berkembang pada abad ke-5 M. Raja yang sangat terkenal adalah Purnawarman. Ia dikenal sebagai raja yang gagah berani dan tegas. Ia juga dekat dengan para brahmana, pangeran, dan rakyat. Ia raja yang jujur, adil, dan arif dalam memerintah. Daerahnya cukup luas sampai ke daerah Banten. Kerajaan Tarumanegara telah menjalin hubungan dengan kerajaan lain, misalnya dengan Cina. 

Dalam kehidupan agama, sebagian besar masyarakat Tarumanegara memeluk agama Hindu. Sedikit yang beragama Buddha dan masih ada yang mempertahankan agama nenek moyang (animisme). Berdasarkan berita dari Fa-Hien, di To-lomo (Tarumanegara) terdapat tiga agama, yakni agama Hindu, agama Buddha dan kepercayaan animisme. Raja memeluk agama Hindu. Sebagai bukti, pada prasasti Ciaruteun ada tapak kaki raja yang diibaratkan tapak kaki Dewa Wisnu. Sumber Cina lainnya menyatakan bahwa, pada masa Dinasti T’ang terjadi hubungan perdagangan dengan Jawa. Barangbarang yang diperdagangkan adalah kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah. dituliskan pula bahwa penduduk daerah itu pandai membuat minuman keras yang terbuat dari bunga kelapa. 

Rakyat Tarumanegara hidup aman dan tenteram. Pertanian merupakan mata pencaharian pokok. Di samping itu, perdagangan juga berkembang. Kerajaan Tarumanegara mengadakan hubungan dagang dengan Cina dan India. 

Untuk memajukan bidang pertanian, raja memerintahkan pembangunan irigasi dengan cara menggali sebuah saluran sepanjang 6112 tumbak (±11 km). Saluran itu disebut dengan Sungai Gomati. Saluran itu selain berfungsi sebagai irigasi juga untuk mencegah bahaya banjir. 

Uji Kompetensi

Prasasti Jambu ( Pasir Koleangkak) terletak di sebuah bukit, di Desa Parakan Muncang, Nanggung, Bogor. Prasasti ini ditulis dalam dua baris tulisan dengan aksara pallawa dan bahasa sanskerta. Isinya sebagainya berikut: 

“Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya, adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termasyhur Sri Purnawarman, yang sekali waktu (memerintah) di Tarumanegara dan baju zirahnya yang terkenal tiada dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang telapak kakinya yang senantiasa berhasil menggempur musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging musuh-musuhnya”. 

Bagaimana pendapat kamu tentang isi teks di atas? Apakah pola kepemimpinan tokoh yang dijelaskan pada teks tersebut masih sesuai dengan pemimpin ideal saat ini? 



Belum ada Komentar untuk "BAB II : Kerajaan Tarumanegara - Bagian 3"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel